Thank you, Next.

Untuk merayakan setahun sudah terlewati dengan baik, setidaknya dari sisi saya ini sudah cukup baik maka dari itu ingin menuliskan beberapa hal yang sudah terlewati selama setahun ini.
Dear 2018,
Tahun ini bukan tahun yang sangat spesial, istimewa, atau apapun orang menyebutnya tetapi tahun 2018 adalah tahun yang paling berkenan untuk saya. Semua yang istimewa tidak semuanya berkenan, sama seperti nasi goreng istimewa, tidak semua nasi goreng istimewa berkenan di lidah para pembelinya. Orang-orang yang melihat sesuatu dari hasil dan mengabaikan sebuah proses maka akan mengatakan hidup saya monoton, iya memang monoton bahkan tidak membuahkan hasil sama sekali. Namun, jika dilihat dari proses, maka tahun 2018 ini adalah tahun terberat untuk saya.
Karir saya, tidak ada perubahan apapun di dalamnya selain memang kerikil-kerikil yang harus dilewati, menurut saya itu sangat wajar. Tetapi tidak ada perubahan yang signifikan apapun di dalamnya.
Kisah cinta saya, masih tetap di garis di mana saya bertemu teman lama, saudara, tetangga bahkan orang rumah yang akan melontarkan “kapan menikah?”, “kapan nyusul sib la bla.”, atau “sudah umur segini, kamu belum menikah?” kepada saya. Masih di situ, tidak beranjak ke pertanyaan yang lebih tinggi atau lebih lanjut. Meskipun pertanyaan-pertanyaan itu sudah saya dengar ribuan kali di tahun kemarin, tetapi tidak menapik saya masih sangat sakit hati mendengarnya.
Diri saya, benar-benar tidak ada perubahan di dalamnya selain memang bentuk yang berkembang.
Banyak hal yang kalau diceritakan lebih detail akan menimbulkan banyak cibiran jadi sudah cukupi menceritakan detailnya, karena memang sedatar itu tahun 2018 untuk saya. Tidak ada hal yang istimewa yang besar sehingga bisa saya rayakan.
Di tahun 2018, adalah tahun dimana saya menyembuhkan segala sesuatu penyakit yang datang di tahun kemarin, tahun dimana saya harus mulai ikhlas menerima keadaan, dan juga memperbaiki segala hal yang sudah hancur di tahun-tahun sebelumnya. Mungkin untuk orang lain, sembuh dari sesuatu dan berteman dengan keadaan yang berbeda dengan keinginan kita bukanlah hal yang harus dibanggakan karena kesannya tidak melakukan apapun. Tetapi menurut saya, itu adalah hal terbesar yang saya sudah lakukan di tahun 2018.
Tahun 2017, adalah tahun dimana saya merasakan sebuah kehancuran yang sangat luar biasa, di tahun itu juga saya merasakan rasa sakit hati yang sangat dalam, dan di tahun itu juga saya akhirnya mengetahui kalau apa yang kita inginkan tidak harus sama dengan apa yang terjadi. Lebih jelasnya, tahun 2017 adalah titik terendah saya.
Di tahun 2018, sedikit demi sedikit, pelan-pelan saya mulai bangkit dari keterpurukan. Meskipun banyak luka, meskipun banyak batu yang saya injak, tetapi saya harus bangkit.
Saya sadar, meskipun saya menangis berhari-hari, meratapi nasib yang sangat menyedihkan tidak akan membuat dunia ini berhenti karena semua akan berjalan terus tanpa memperdulikan keadaan saya. Sejahat itu dunia, memang. Karena itu, saya mulai menerima semuanya satu persatu mulai dari berdebat dengan diri sendiri, bermusyawarah dengan pikiran sendiri, sampai akhirnya mulai berpura-pura menerima keadaan. Tidak semudah yang saya pikirkan untuk menerima sesuatu di hidup saya, bayangkan jika kita benci akan sesuatu lalu diharuskan melewati hari-hari bersama sesuatu itu selama 24 jam terus menerus, atau dimisalkan kita tidak bisa makan telur karena alergi tetapi kita sedang di keadaan krisis harga beras sangat mahal dan hanya bisa makan telur setiap hari. Tidak mudah kan? Selain itu, di tengah-tengah proses pun terkadang ada hal-hal yang datang ke saya tidak terduga dan mulai mengoyak tembok pertahanan sehingga saya harus melakukan semuanya dari awal lagi, berdebat, berpura-pura lagi. Terus seperti itu, tanpa henti.
Seperti itu sedikit gambaran hidup saya di tahun 2018.
Ada banyak tangisan yang saya keluarkan di tahun 2018, memang tidak sebanyak seperti di tahun 2017. Banyak waktu yang saya lewatkan hanya untuk merenung dan merutuki diri sendiri di proses berdebat dan bermusyawarah dengan diri sendiri, mungkin kalau dikalkulasikan waktunya bisa digunakan untuk umroh.
Akan tetapi tahun 2018 tidak seburuk itu, karena di sela-sela itu saya masih bisa tertawa lepas, menangis bahagia dan terpenting adalah saya akhirnya bisa menerima semuanya dengan ikhlas meskipun dengan waktu yang lama dan menyedihkan. Karena setidaknya, di tahun 2018 saya bisa berteman dengan diri sendiri, lingkungan sekitar saya, dan keadaan saya. Itu sudah cukup, karena memang tahun 2018 saya hanya ingin menaklukkan diri saya sendiri.
Terlepas dari itu semua, saya sangat berterimakasih kepada 2018 akan 366 harinya. Tanpa tahun 2018, saya tidak akan seperti ini.
Dan di tahun ini, saya sudah siap dengan semua keadaan yang akan datang di hidup saya.
Terimakasih 2018.
Dan untuk 2019,
Mari kita bersama-sama melangkah.
Melangkah dari yang kemarin ke langkah yang lebih baik lagi.
Saya tidak akan pernah menuntut apapun di tahun ini dengan list-list seperti kemarin-kemarin, karena saya tahu bahwa proses penyembuhan saya masih belum selesai.
Saya hanya berharap, semoga di tahun ini saya bisa sembuh total, menjadi yang lebih baik lagi dan bisa melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat.
Selain itu, saya juga sangat berharap.
Semoga saya bisa lebih membahagiakan diri saya sendiri.
Aamiin.